filsafat ilmu (hubungan iptek, agama, budaya)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia yang ada pada saat ini merupakan bentuk desakan dari pengaruh berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa lalu. Manusia dengan alam pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya memberikan efek saling tular serta membentuk sikap tertentu pada lingkungannya. Fenomena ini akan membawa kita kepada masa depan manusia yang berbeda dan lebih kompleks.
Prediksi pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa agama formal (organized religion) akan lenyap, atau setidaknya akan menjadi urusan pribadi, ketika iptek dan filsafat semakin berkembang, ternyata tidak terbukti. Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses artikulasi peran agama (formal) dalam berbagai jalur sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam teknologi.
Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Agama
1. Definisi Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan (wikipedia.com).
Untuk memberikan batasan tentang makna agama memang agak sulit dan sangat subyektif. Karena pandangan orang terhadap agama berbeda-beda. Ada yang memandangnya sebagai suatu institusi yang diwahyukan oleh Tuhan kepada orang yang dipilihnya sebagai nabi atau rasulnya, dengan ketentuan-ketentuan yang telah pasti. Ada yang memandangnya sebagai hasil kebudayaan, hasil pemikiran manusia, dan ada pula yang memandangnya sebagai hasil dari pemikiran orang orang yang jenius, tetapi ada pula yang menganggapnya sebagai hasil lamunan, fantasi, ilustrasi (Syafa’at,1965).
Menurut Mukti Ali minimal ada tiga alasan berkaitan dengan hal ini, yakni :
1. Karena pengalaman agama adalah soal batini dan subyektif, juga sangat individualistis, tiap orang mengartikan agama itu sesuai dengan pengalamannya sendiri, atau sesuai dengan pengalaman agama sendiri. Oleh karena itu tidak ada orang yang bertukar pikiran tentang pengalaman agamanya dapat membicarakan satu soal yang sama.
2. Bahwa barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional lebih dari pada membicarakan agama, karena agama merupakan hal yang sakti dan luhur.
3. Bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu. Orang yang giat pergi ke Mesjid atau Gereja, ahli tasawuf atau mistik akan condong untuk menekankan kebatinannya. Sedangkan ahli antropologi yang mempelajari agama condong untuk mengartikannya sebagai kegiatan-kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dapat diamati (Manaf, 2000).

Menurut sejarah, agama tumbuh bersamaan dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Salah satu dari kebutuhan itu adalah kepentingan manusia dalam memenuhi hajat rohani yang bersifat spritual, yakni sesuatu yang dianggap mampu memberi motivasi semangat dan dorongan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, unsur rohani yang dapat memberikan spirit dicari dan dikejar sampai akhirnya mereka menemukan suatu zat yang dianggap suci, memiliki kekuatan, maha tinggi dan maha kuasa. Sesuai dengan taraf perkembangan cara berpikir mereka, manusia mulai menemukan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan. Dapatlah dimengerti bahwa hakikat agama merupakan fitrah naluriah manusia yang tumbuh dan bekembang dari dalam dirinya dan pada akhirnya mendapat pemupukan dari lingkungan alam sekitarnya. Ada yang menganggap bahwa agama di dalam banyak aspeknya mempunyai persamaan dengan ilmu kebatinan. Yang dimaksud ilmu agama di sini pada umumnya adalah agama-agama yang bersifat universal. Artinya para pengikutnya terdapat dalam masyarakat yang luas yang hidup di berbagai daerah (Thalhas, 2006). Di samping itu ajarannya sudah tetap dan ditetapkan (established) di dalam kaedahnya atau ketetapannya dan semuanya hanya dapat berubah di dalam interpretasinya saja. Agama mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar dapat memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat baik kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat di sekitarnya. Selain itu agama juga memberikan ajaran untuk membuka jalan yang menuju kepada al-Khaliq, Tuhan yang Maha Esa ketika manusia telah mati.
Ajaran agama yang universal mengandung kebenaran yang tidak dapat dirubah meskipun masyarakat yang telah menerima itu berubah dalam struktur dan cara berfikirnya. Maksud di sini adalah bahwa ajaran agama itu dapat dijadikan pedoman hidup, bahkan dapat dijadikan dasar moral dan norma-norma untuk menyusun masyarakat, baik masyarakat itu bersifat industrial minded, agraris, buta aksara, maupun cerdik pandai (cendikiawan). Karena ajaran agama itu universal dan telah estabilished, maka agama itu dapat dijadikan pedoman yang kuat bagi masyarakat baik di waktu kehidupan yang tenang maupun dalam waktu yang bergolak. Selain itu, agama juga menjadi dasar struktur masyarakat dan member pedoman untuk mengatur kehidupannya. Kemudian kita kembali kepada arti harfiah dari agama itu.

Makna agama dapat diartikan dalam tiga bentuk, yaitu :
a. Batasan atau definisi agama diambil dari kata ”agama” itu sendiri
Kata ”agama” berasal dari bahasa sangsekerta mempunyai beberapa arti. Satu pendapat mengatakan bahwa agama berasal dari dua kata, yaitu a dan gam yang berarti a = tidak, sedangkan gam = kacau, sehingga berarti tidak kacau (teratur) (Muin,1973).
Ada juga yang mengartikan a = tidak, sedangkan gam = pergi, berarti tidak pergi, tetap di tempat, turun temurun (Nasution, 1985).
Apabila dilihat dari segi perkembangan bahasa, kata gam itulah yang menjadi go dalam bahasa Inggris dan gaan dalam bahasa Belanda. Adalagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, karena agama memang harus mempunyai kitab suci.
Berikut dikemukakan beberapa definisi agama secara terminologi, yaitu: Menurut Departemen Agama, pada Presiden Soekarno pernah diusulkan definisi agama pada pemerintah yaitu agama adalah jalan hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa berpedoman kitab suci dan dipimpin oleh seorang nabi. Ada empat unsur yang harus ada dalam definisi agama, yakni :
– Agama merupakan jalan atau alas hidup
– Agama mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa
– Agama harus mempunyai kitab suci (wahyu)
– Agama harus dipimpin oleh seorang nabi atau rasul.
Selanjutnya menurut Prof. Dr. H. Mukti Ali mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Menurut beliau ciri-ciri agama itu adalah:
– Mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa
– Mempunyai kitab suci dari Tuhan yang Maha Esa
– Mempunyai rasul/utusan dari Tuhan yang Maha Esa
– Memepunyai hukum sendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintah dan petunjuk

b. Batasan atau definisi agama berasal dari kata ad-din
Din dalam bahasa Semit memiliki makna undang-undang atau hukum, kemudian dalam bahasa Arab mempunyai arti menguasai, mendudukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Bila kata ad-din disebutkan dalam rangkaian dinullah, maka hal ini dipandang bahwa agama tersebut berasal dari Allah, sedangkan jika disebut din-nabi, maka hal ini dipandang nabi lah yang melahirkan dan menyiarkannya, namun apabila disebut din-ummah, maka hal ini dipandang bahwa manusialah yang diwajibkan memeluk dan menjalankan.
Ad-din bisa juga berarti syariah yaitu nama bagi peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah selengkapnya atau prinsipprinsipnya saja dan dibedakan kepada kaum muslimin untuk melaksanakanya, dalam mengikat hubungan mereka dengan Allah dan manusia(Syaltut, 1966). Apabila ad-Din memiliki makna millah berarti mempunyai makna mengikat. Maksud agama adalah untuk mempersatukan segala pemeluk-pemeluknya dan mengikat mereka dalam suatu ikatan yang erat sehingga menjadi pondasi yng kuat yang disebut dengan batu pembangunan, atau mengingat bahwa hukum-hukum agama itu dibukukan atau didewankan (ash-Shiddiqy, 1952) .
Kata ad-din juga bisa berarti memiliki makna nasehat, seperti dalam hadits dari Tamim ad-Dari r.a. bahwa Nabi Saw. Bersabda :ad-dinu nasihah. Para sahabat bertanya ”Ya Rasulullah, bagi siapa?” Beliau menjelaskan: ”bagi Allah dan kitabNya, bagi RasulNya dan bagi para pemimpin muslimin serta bagi seluruh muslimin”. (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Ahmad) (Ghazali bin Hasan, 1981).
Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa ada lima unsur yang perlu di perhatikan, sehingga bisa memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud dengan agama yang jelas serta utuh. Kelima unsur itu adalah : Allah, Kitab, Rasul, pemimpin, umat baik mengenai arti masing-masing maupun kedudukan serta hubungannya satu dengan yang lain. Pengertian tersebut telah mencakup dalam makna nasihat. Imam Ragib dalam kitab al-Mufradat Fil gharibil Qur’an, dan imam Nawawi dalam ’’Syarh Arba’in menerangkan bahwa nasihat itu maknanya sama dengan ”menjahit” (al-khayatu an-nasihu), yaitu menempatkan serta menghubungkan bagian (unsur) yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kedudukan masing-masing.
Selanjutnya secara terminologi makna ad-din menurut Prof. Taib Thahir Abdul Muin adalah suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa orang yang mempunyai akal memegang (menurut peraturan Tuhan itu) dengan kehendaknya sendiri tidak dipengaruhi, untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan di akherat.
Sedangkan menurut H. Agus Salim mengatakan bahwa ad-Din adalah ajaran tentang kewajiban dan kepatuhan terhadap aturan, petunjuk, perintah yang diberikan Allah kepada manusia lewat utusan-utusanNya, dan oleh rasul-rasulNya yang diajarkan kepada orang-orang dengan pendidikan dan teladan (Salim, 1967) .

c. Batasan atau definisi agama berasal dari kata ”religi”
Kata religi berasal dari bahasa latin yang sering dieja dengan kata religio. Di antara penulis Romawi, di antaranya Cicero berpendapat bahwa religi itu berasal dari akar kata leg yang berarti mengambil, mengumpulkan, menghitung, atau memperhatikan sebagai contoh, memperhatikan tanda-tanda tentang suatu hubungan dengan ketuhanan atau membaca alamat. (Bouquet, 1973)
Pendapat lain juga mengatakan, dalam hal ini diungkapkan oleh Servius bahwa religi berasal dari kata lig yang mempunyai makna mengikat. Sedangkan kata religion mempunyai makna suatu perhubungan, yakni suatu perhubungan antara manusia dengan zat yang di atas manusia (supra manusia). Sedangkan secara terminologi kata religion menurut Edward Burnett Tylor (1832-1971), seorang sarjana yang dianggap sebagai orang pertama yang memberikan definisi tentang agama, menurutnya Religion is the bilief in the spritual beings. Sedangkan menurut Emile Durkheim dari Perancis memberikan definisi Religion is an interpendent whole composed of beliefst and rites (faits and practices) related to sacred things, unites adherents in a single community known as a church. Artinya : Agama itu adalah suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya saling bersandar yang satu pada yang lain, terdiri dari akidah-akidah (kepercayaan) dan ibadah-ibadah semua dihubungkan dengan hal-hal yang suci, dan mengikat pengikutnya dalam suatu masyarakat yang disebut dengan Gereja. ( Rosyidi, 1974)
Sedangkan menurut Ogburn dan Nimkhoff adalah Religion is a system of beliefs, emotional attitude and practices by means of which a group of people attempt to cope with ultimate problems of human life. Artinya: Agama itu adalah suatu pola akidah-akidah, sikap-sikap emosional dan praktek-praktek yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba memecahkan soal-soal ultimate dalam kehidupan manusia.
Definisi tersebut mengandung beberapa unsure yaitu :
– Unsur kepercayaan
– Unsur emosi
– Unsur sosial
– Unsur yang terkandung dalam kata ultimate berarti “yang terpenting“ tidak ada yang lebih penting dari padanya atau yang mutlak.
Dengan demikian pengertian agama, baik itu berasal dari kata agama, addin atau religi merupakan gambaran pengertian agama yang menurut Prof. Dr. Mukti Ali sangat sulit diartikan, karena itu tidak menutup kemungkinan jika ada kalangan-kalangan lain memberikan pengertian yang berbeda pula terhadap konsep atau pengertian agama itu sendiri. Melihat fenomena ini para ahli mencoba mengalihkan persoalan dari definisi agama kepada definisi “orang beragama“ seperti pendapat Mircea Eliade mengatakan :A religion man is one who recognizes the essential differences betwen the sacred and the profane and prefers the sacred.
Artinya: Orang beragama ialah orang yang menyadari perbedaan-perbedaan pokok
antara yang suci dan yang biasa serta mengutamakan yang suci (Khotimah, 2007).

2. Pentingnya Agama bagi Manusia
Tidak mudah memahami pengertian agama apabila hanya satu atau dua definisi saja. Setiap agama dan kepercayaan mempunyai pengertiannya masing-masing. Setiap manusia harus menghargai berbagai perbedaan pengertian dalam setiap agama dan kepercayaan tersebut. Agama dapat dilihat sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting dan aspek-aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikannya dengan teknologi maupun sistem organisasi sosial yang dikenalnya. Pengertian agama yang lain yaitu agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi melalui mitos dan menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan tujuan untuk mencapai atau menghindari terjadunya perubahan keadaan pada manusia atau alam semesta (Sare, 2007).
Agama memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi sosial dan fungsi psikologis. Secara psikologis, agama dapat mengurangi kegelisahan manusia dengan memberikan penerangan tentang hal-hal yang tidak diketahui dan tidak dimengerti olehnya di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga lebih mudah dimengerti, misalnya tentang kematian. Selain itu, agama juga memberi ketenangan pada manusia karena dapat memberikan sebuah harapan bahwa ada sebuah kekuatan supranatural yang dapat menolong manusia pada saat menghadapi bahaya atau tertimpa suatu musibah. Ditinjau secara sosial, agama mempunyai sanksi bagi seluruh perilaku manusia yang beraneka ragam. Agama juga menanamkan pengertian tentang kebaikan dan kejahatan dengan memberikan semacam pedoman tentang perilaku hidup dan berinteraksi. Dalam hal ini, agama dapat dikatakan sebagai pemelihara ketertiban sosial. Selain itu, agama juga sebagai alat yang efektif untuk meneruskan tradisi lisan dalam sebuah masyarakat (Sare, 2007).
Dilihat dari pengertian pentingnya agama bagi manusia, terdapat dua konsep mendasar agama bagi kehidupan manusia, yaitu agama dalam arti what religion does dan what is religion. Pengertian pertama menunjuk pada apa kegunaan agama bagi kehidupan manusia, sedangkan pengertian yang kedua menunjuk pada apa makna agama bagi manusia, yaitu sebagai pedoman untuk bertindak di dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya (Moesa, 2007)

3. Pentingnya Peran Manusia Terhadap Agama
Selama ini kita banyak membicarakan tentang peran agama dalam setiap lini kehidupan manusia. Namun apakah pernah terpikirkan , seberapa pentingkah peran manusia bagi agama itu sendiri?
Bagi kebanyakan manusia, kerohanian dan agama memainkan peran utama dalam kehidupan mereka. Sering dalam konteks ini, manusia tersebut dianggap sebagai “orang manusia” terdiri dari sebuah tubuh, pikiran, dan juga sebuah roh atau jiwa yang kadang memiliki arti lebih daripada tubuh itu sendiri dan bahkan kematian. Seperti juga sering dikatakan bahwa jiwa (bukan otak ragawi) adalah letak sebenarnya dari kesadaran (meski tak ada perdebatan bahwa otak memiliki pengaruh penting terhadap kesadaran). Keberadaan jiwa manusia tak dibuktikan ataupun ditegaskan; konsep tersebut disetujui oleh sebagian orang dan ditolak oleh lainnya. Juga, adalah perdebatan di antara organisasi agama mengenai benar/tidaknya hewan memiliki jiwa; beberapa percaya mereka memilikinya, sementara lainnya percaya bahwa jiwa semata-mata hanya milik manusia, serta ada juga yang percaya akan jiwa kelompok yang diadakan oleh komunitas hewani dan bukanlah individu.
Menurut Feuerbach, yang disebut Allah adalah kesadaran manusia itu sendiri. Menurut pemikiran itu maka Feuerbach menyimpulkan bahwa agama adalah kesadaran Nan tak terbatas. Maka agama berakar pada jati diri manusia, yang bersifat memiliki kesadaran nan tak terbatas. Agama adalah hubungan manusia dengan jati dirinya nan tak terbatas. Agama palsu terjadi apabila manusia memproyeksikan Nan tak terbatas tersebut keluar dan dalam oposisi terhadap dirinya. Dengan demikian, manusia menciptakan Allah menurut citranya sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia jugalah yang menciptakan agama. Manusia adalah awal, pusat , dan akhir agama. Menurut Feuerbach, ini bukanlah ateisme, melainkan humanisme (Jacobs, 2002).
Pendapat lain mengatakan bahwa agama merupakan produk dan alienasi dari manusia. Manusia tidak menciptakan agama, dan agama tidak menciptakan manusia. maka agama adalah kesadaran diri dan perasaan diri manusia (Leahy, 2008).

B. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

1. Definisi dan Batasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu (science) termasuk pengetahuan (knowledge). Yang dimaksud dengan ilmu ialah pengetahuan yang diperoleh dengan cara tertentu yang dinamakan metode ilmiah. Bidang yang ditelaah oleh ilmu itu tidak terbatas kepada obyek atau kejadian yang bersifat empiris. Artinya, obyek atau kejadian tersebut dapat ditangkap oleh panca indera manusia atau alat-alat pembantu panca indera. Bidang-bidang di luar jangkauan pengalaman manusia tidak termasuk dunia empiris, contohnya masalah tentang Tuhan, akhirat, surga dan neraka, dan sebagainya. Dengan demikian terkandung makna bahwa bidang ilmu itu terbatas (Tjokronegoro dan Sudarsono, 1999).
Pengertian pengetahuan lebih luas daripada ilmu. Pengetahuan adalah produk pemikiran. Berpikir merupakan suatu proses yang mengikuti jalan tertentu dan akhirnya menuju kepada suatu kesimpulan dan membuahkan suatu pendapat atau pengetahuan. Dengan menerapkan pengetahuan, manusia dapat meringankan kerja dan beban penderitaannya sehingga kesejahteraan data lebih baik (Tjokronegoro dan Sudarsono, 1999).
Ilmu pengetahuan adalah suatu pengertian yang dinamis dan oleh karena itu sulit untuk didefinisikan. Hal definisi ini bergantung kepada lingkungan tempat manusia itu berada dan sejarahnya yang lampau (Tjokronegoro dan Sudarsono, 1999). Menurut Leonard Nash (dalam The Nature of Natural Sciences, 1963 cit. Soemitro, 1990), ilmu pengetahuan adalah suatu institusi sosial (social institution) dan juga merupakan prestasi perseorangan (individual achievement). Jacob (1993) memaparkan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu institusi kebudayaan, suatu kegiatan manusia untuk mengetahui tentang diri sendiri dan alam sekitarnya dengan tujuan untuk mengenal manusia sendiri, perubahan-perubahan yang dialami dan cara mencegahnya, mendorong atau mengarahkannya, serta mengenal lingkungan yang dekat dan jauh darinya, perubahan-perubahan lingkungan dan variasinya, untuk memanfaatkan, menghindari dan mengendalikannya.
Istilah teknologi berasal dari perkataan Yunani technologia yang artinya pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan. Teknologi yaitu usaha manusia dalam mempergunakan segala bantuan fisik atau jasa-jasa yang dapat memperbesar produktivitas manusia melalui pemahaman yang lebih baik, adaptasi dan kontrol, terhadap lingkungannya. Teknologi merupakan penerapan. Oleh karena itu, teknologi berbeda dalam dimensi ruang dan waktu (Soemitro, 1990).

2. Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bagi Kehidupan Manusia
Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melingkupinya. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Teknologi adalah sarana yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan turunannya yang berbentuk teknologi ini, meluas bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia secara sempit. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mendorong manusia mendayagunakan sumber daya alam lebih efektif dan efisien. Pemanfaatan teknologi meluas pada upaya penghapusan kemiskinan, penghapusan jam kerja yang berlebihan, penciptaan kesempatan untuk hidup lebih lama dengan perbaikan kualitas kesehatan manusia, membantu upaya-upaya pengurangan kejahatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya (Keraf dan Dua, 2001). Bahkan secara lebih komprehensif, ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang pembangunannya. Puncaknya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.Perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi dapat menaikkan kualitas manusia dalam keterampilandan kecerdasannya untuk meningkatkan kemakmuran serta inteligensimanusia.Lebih jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia (Mas’ud dan Paryono, 1998).

3. Peran Manusia Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melingkupinya. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan teknologi adalah sarana yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Secara definitif, ilmu adalah pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Maka, patutlah dikatakan, bahwa peradaban manusia sangat bergantung kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini, pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah (Jujun, 2003). Secara lebih spesifik, Eugene Staley menegaskan bahwa teknologi adalah sebuah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani (Siti, 2001).
Pada tahap selanjutnya, seiring dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan turunannya yang berbentuk teknologi ini, meluas bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia secara sempit. Pemanfaatan teknologi meluas pada upaya penghapusan kemiskinan, penghapusan jam kerja yang berlebihan, penciptaan kesempatan untuk hidup lebih lama dengan perbaikan kualitas kesehatan manusia, membantu upaya-upaya pengurangan kejahatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya (Sonny dkk., 2001). Bahkan secara lebih komprehensif, ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang pembangunannya. Misalnya dalam perencanaan dan programing pembangunan, organisasi pemerintah dan administrasi negara untuk pembangunan sumber-sumber insani, dan teknik pembangunan dalam sektor pertanian, industri, dan kesehatan.
Puncaknya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan saja membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Lebih jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia. Bendungan, kalkulator, mesin cuci, kompor gas, kulkas, OHP, slide, TV, tape recorder, telephon, komputer, satelit, pesawat terbang, merupakan produk-produk teknologi yang, bukan saja membantu manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi membuat hidup manusia semakin mudah (Ibnu, 1998). Manfaat-manfaat inilah yang mula-mula menjadi tujuan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan hingga menghasilkan teknologi. Mulai dari teknologi manusia purba yang paling sederhana berupa kapak dan alat-alat sederhana lainnya. Sampai teknologi modern saat ini, yang perkembangannya jauh lebih pesat dari perkembangan teknologi sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini sanggup membawa berkah bagi umat manusia berupa kemudahan-kemudahan hidup, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan dalam benak manusia.

C. Kebudayaan

1. Definisi dan Batasan Kebudayaan
Budaya merupakan hasil budi, daya, dan karsa manusia. Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal daribahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.

5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
8. Bunded
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya diantara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.

Perumusan mengenai batasan kebudayaan banyak sekali. Di antara batasan-batasan itu terdapat suatu kesepakatan bahwa kebudayaan itu dipelajari dan bahwa kebudayaan menyebabkan orang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Kebudayaan merupakan bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh manusia. Secara implicit dapat diartikan bahwa manusia hidup dalam suatu lingkungan alam dan lingkungan sosial, hal mana berarti juga bahwa kebudayaan tidak semata-mata merupakan unsur gejala biologis. Kebudayaan mencakup semua unsur yang diciptakan manusia dari kelompoknya, dengan jalan mempelajarinya secara sadar atau dengan suatu proses pemciptaan keadaan-keadaan tertentu. Hal itu semua mencakup pelbagai macam teknik, lembaga-lembaga sosial, kepercayaan, maupun pola pola perilaku.
Konsep kebudayaan yang dipergunakan sebagai sarana untuk menganalisa manusia, mempunyai arti yang berbeda dengan pengertian berbudaya (cultured). Pengertian berbudaya menunjuk pada kemampuan manusia (yang berbudaya) untuk memanfaatkan pelbagai unsur peradaban masyarakat. Bagi mereka yang ingin memahami esensi hakikat kebudayaan, harus dapat memecahkan paradoks-paradoks dalam kebudayaan. Paradoks-paradoks tersebut dapat mengakibatkan terjadionya masalah-masalah, oleh karena itu sifatnya fundamental, sehingga sukar untuk menyerasikan kontradiksi-kontradiksi yang ada. Paradoks-paradoks tersebut yaitu:
a. Dalam pengalaman manusia, maka kebudayaan bersifat universal,; akan tetapi setiap manifestasinya secara local atau regional adalah khas (unique).
b. Kebudayaan bersifat stabil akan tetapi juga dinamis; wujud kebudayaan senantiasa berubah secara konstan.
c. Kebudayaan mengisi dan menentukan proses kehidupan manusia, akan tetapi jarang disadari dalam pikiran.
Teori Herskovits mengemukakan bahwa:
a. Kebudayaan merupakan sesuatu yang berada di atas manusia dan benda atau badan (super organik), oleh karena kebudayaan senantiasa terpelihara dari satu generasi ke generasi berikutnya, walaupun anggota-anggota generasi tersebut silih berganti (karena kelahiran dan kematian).
b. Kebudayaan menentukan segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut (cultural determinism).
c. Unsur-unsur pokok dari kebudayaan adalah peralatan teknologi, didtem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan atau pengendalian politik.

2. Perlunya Kebudayaan Bagi Manusia
Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan kelompok lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ;1999).
Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab (keluhuran budi), maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan menjadi tanda dan ukuran tentang rendah-tingginya keadaban dari masing-masing bangsa (Dewantara, 1994).
Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya:
a. Hidup-kebatinan manusia, yaitu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan adapt-istiadatnya yang halus dan indah; tertib damainya pemerintahan negeri; tertib damainya agama atau ilmu kebatinan dan kesusilaan.
b. Angan-angan manusia, yaitu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.
c. Kepandaian manusia, yaitu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara; 1994).
Tempus mutantur, et nos mutamur in illid. Waktu berubah, dan kita ikut berubah juga didalamnya. Demikian pepatah latin kuno yang mungkin masih kita temukan aktualitasnya sampai sekarang. Waktu berubah dan cara-cara manusia mengekspresikan dirinya, menelusuri jejak pencarian makna tentang siapakah dirinya, orang lain dan dirinya bersama orang lain (masyarakat) juga berubah (Sutrisno dan Putranto, 2005).
Seturut konteks zaman yang berubah, orang- orang dengan alam pikir dan rasa, karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan, serta budaya pun ikut berubah. (Sutrisno dan putranto, 2005).
Menurut Raymond William, pengamat dan kritikus kebudayaan terkemuka, kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu kata yang sering digunakan karena mengacu pada sejumlah konsep penting dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda- beda dan dalam kerangka berpikir yang berbeda2 pula. Oleh arena itu, William berani berpendapat bahwa perubahan- perubahan historis tersebut bisa direfleksikan ke dalam tiga arus penggunaan istilah budaya, yaitu :
a. Yang mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis dari seorang individu, sebuah kelompok, atau masyarakat;
b. Yang mencoba memetakan khazanah kegiatan intelektual dan artistik sekaligus produk- produk yang dihasilkan (film, benda-benda seni, dan teater).
c. Yang menggambarkan keseluruhan cara hidup, berkegiatan, keyakinan- keyakinan, dan adat kebiasaan sejumlah orang, kelompok, atau masyarakat.
(Sutrisno dan putranto, 2005).
Menurut Kroeber dan Kluckhon, ahli antropologi, ada enam pemahaman pokok mengenai budaya, yaitu :
a. Definisi deskriptif : cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukan sejumlah ranah (bidang kajian)nyang membentuk budaya.
b. Definisi historis : cenderung melihat kebudayaan sebagai warisan yang dialih-turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
c. Definisi normatif : bisa mengabil dua bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola- pola perilaku dan tindakan yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku.
d. Definisi psikologis : cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang isa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya.
e. Definisi struktural : mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek- aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda- beda dari perilaku konkret.
f. Definisi genetis : definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
(Sutrisno dan putranto, 2005).
Pada hakekatnya manusia secara kodrati bersifat sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dikatakan sebagai makhluk individu karena setiap manusia berbeda-beda dengan manusia yang lain dalam hal kepribadian, pola pikir, kelebihan, kekurangan dan kreatifitas untuk mencapai cita-cita. Sehingga sebagai pribadi-pribadi yang khas tersebut manusia berusaha mengeluarkan segala potensi yang ada pada dirinya dengan cara menciptakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan orang lain. Potensi-potensi manusia sebagai makhluk individu dapat dituangkan dalam sebuah karya seni, sains, dan teknologi.
Baik sains, teknologi maupun seni dan hasil produknya dapat dirasakan disetiap aspek kehidupan manusia dan budayanya. Sehingga pengaruh sains, teknologi, seni bagi manusia dan budaya dalam masyarakat dapat berpengaruh baik secara negatif maupun secara positif
1. Pengaruh positif
a. Meningkatkan kesejahteraan hidup manusia (secara individu maupun kelompok) terhadap perkembangan ekonomi, politik, militer, dan pemikiran-pemikiran dalam bidang sosial budaya.
b. Pemanfaatan sains, teknologi, dan seni secara tepat dapat lebih mempermudah proses pemecahan berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia.
c. Sains, teknologi dan seni dapat memberikan suatu inspirasi tentang perkembangan suatu kebudayaan yang ada di Indonesia.
2. Pengaruh negatif
Selain untuk memberikan pengaruh positif sains, teknologi dan seni juga dapat memberikan pengaruh yang negatif bagi perubahan peradapan manusia dan budaya terutama bagi generasi muda. Selain itu sains, teknologi dan seni telah melunturkan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa dan tata krama sosial yang selama ini menjadi ciri khas dan kebanggaan. Serta yang terakhir pemanfaatan dari sains, teknologi, dan seni sering kali menimbulkan masalah baru dalam kehidupan manusia terutama dalam hal kerusakan lingkungan, mental dan budaya bangsa, seperti:
a. Menipisnya lapisan ozon
b. Terjadi polusi udara, air dan tanah
c. Terjadi pemanasan global
d. Rusaknya ekosistem laut
e. Pergaulan dan seks bebas
f. dan penyakit moral.
Oleh karena itu agar sains, teknologi dan seni dapat memberikan pengaruh yang positif bagi manusia dan budaya, maka sains, teknologi dan seni seharusnya mampu mengkolaborasikan antara nilai-nilai empiris dengan nilai-nilai moral dan menyesuaikan dengan nilai-nilai religius, keagamaan, dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
(Anonim, 2008).

3. Peran manusia Terhadap Kebudayaan
Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau “homo sapiens”, sama seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya
Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian. Individu adalah kreator dan sekaligus manipulator dari kebudayaannya. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnyakebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dankebudayaan.
Ruth Benedict menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi.
John Gillin menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut:
1. kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari
untuk belajar.
2. kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi kelakukan tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang- perangsang untuk terbentuknya kelakuan-kelakuan tertentu
3. kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap kelakuan-kelakuan tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk kelakuan yang sesuai dengan sistem nilai dalam kebudayan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap kelakuan-kelakuan yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat tertentu
4. kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.

Pada dasarnya pengaruh tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut:
a. Kepribadian adalah suatu proses
Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika.
b. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangannya untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi di dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
c. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri tnapa lingkungan kebudayaan maka dia akan memulai dari nol di dalam pengembangan kepribadiannya.
d. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup di dalam masyarakat agar dapat hidup dan berkembang. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
e. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat dan tujuan dalam waktu yang panjang.
5. Learning is a goal teaching behaviour.
6. Dalam psikoanalisis antara lain dikemukakan mengenai peranan super ego dalam
perkembangan kepribadian. Super ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan
yang ideal.
7. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama- sama dengan
ego, beserta id, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.
Energi tersebut perlu dicarikan keseimbangan dengan kondisi yang ada serta
dorongan super ego yang diarahkan oleh nilai-nilai budaya. Bidney menyatakan
bahwa individu bukan pemilik pasif dari nilai-nilai sosial budaya tetapi juga aktif di
dalam menciptakan dan mengubah kebudayaannya.
(Pandupinaya,D.,2007).

D. Hubungan Agama, Ilmu, Teknologi, dan Kebudayaan

1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999)
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed, 1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
1) berseberangan atau bertentangan,
2) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
3) tidak bertentangan satu sama lain,
4) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat (Furchan, 2009).
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh apabila dikaitkan (Furchan, 2009).
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya (Furchan, 2009).
GBHN 1993-1998 menyatakan tentang kaitan pengembangan iptek dan agama, bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ke tiga, pola hubungan netral. Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah dikutip di muka, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung. Kesan hubungan netral antara agama dan iptek ini juga muncul apabila kita membaca GBHN dalam bidang pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu kalimat pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama dengan iptek. Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan pengembangan iptek (Furchan, 2009).
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang berbeda. Salah satu asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berarti “… bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila” (Bab II, C. 1.) (Furchan, 2009).
Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut (Furchan, 2009).
Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak saling mengganggu. Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan (Furchan, 2009).
Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam pembangunan nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek bahkan dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif, juga dapat membawa dampak negatif bagi nilai agama dan budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah memilih untuk tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai kedudukan yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa (Furchan, 2009).
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek secara eksplisit adalah pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu, secara implisit diharapkan bahwa pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Ini merupakan tugas yang tidak mudah karena, untuk itu, kita harus menguasai prinsip dan pola pikir keduanya (iptek dan agama) (Furchan, 2009).

2. Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang mengandung kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural. Sistem religi ada pada setiap masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan kepercayaan terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia sampai masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan menurut paham atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama (Sutardi, 2007).
Sebelum ilmu antropologi berkembang, aspek religi telah menjadi pokok perhatian para penulis etnografi. Selanjutnya, ketika himpunan tulisan mengenai adat istiadat suku bangsa di luar eropa berkembang denganluas dan cepat melalui dunia ilmiah, timbul perhatian terhadap upacara keagamaan. Perhatian tersebut disebabkan hal-hal berikut: upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara lahiriah, dan bahan etnografi mengenai upacara keagamaan yang diperlukan dalam menyusun teori-teori tentang asal-usul suatu kepercayaan (Sutardi, 2007).
Mengenai soal agama, Pater Jan Bakker menyatakan bahwa filsafat kebudayaan tidak menanggapi agama sebagai kategori insane semata-mata, karena bagi filsafat ini agama merupakan keyakinan hidup rohani pemeluknya; merupakan jawab manusia kepada panggilan ilahi dan di sini terkandung apa yang disebut iman. Iman tidak berasal dari suatu tempat ataupun pemberian makhluk lain. Iman ini asalnya dari Tuhan, sehingga nilai-nilai yang mincul dari daya iman ini tidak dapat disamakan dengan karya-karya kebudayaan yang lain, sebab karya tersebut berasal dari Tuhan. Agama sebagai sistem objektif terkandung unsur-unsur kebudayaan (Bakker, 1984).
Yang jelas dalam ilmu antropologi memang agama menjadi salah satu unsur kebudayaan. Dalam hal ini para ahli antropologi tidak berbicara soal iman, sebab secara empiris iman tidak dapat dilihat (Bakker, 1984).
Perilaku Religi dalam Masyarakat
Agama memiliki posisi yang cukup signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Negara mengakui keberadaan agama dan melindungi kebebasan masyarakat dalam melaksanakan ajaran agamanya (Sutardi, 2007).
Pada saat ini, adanya kebebasan dan keterbukaan memberikan ruang yang besar bagi masyarakat untuk mengamalkan ajarana agama sebaik mungkin. Semangat otonomi daerah yang memberikan keleluasan dan berpartisipasi dalam mengurus daerahnya masing- masing memberi peluang untuk mengangkat ajaran agama sebagai ruh pengelolaan pemerintahan. Ajaran agama dikemas sebagai dasar pengaturan pemerintahan yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai yang diangkat merupakan nilai-nilai kebaikan universal yang juga diakui oleh agama lain (Sutardi, 2007).
Ajaran agama ketika disandingkan dengan nilai-nilai budaya lokal di era desentralisasi dapat diserap untuk dijadikan pengangan kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan diberikannya otonomi khusus kepada Aceh yang dikenal dengan Nanggroe Aceh Daussalam. Agama dan budaya di NAD sudah melebur dan tidak bisa dipisahkan sejak dahulu, ketika kerajaan Islam masih ada di wilayah tersebut. Dengan otonomi khusus ini hokum pidana Islam kembali dihidupkan sehingga masyarakat merasakan keadilan sesuai dengan keyakinannya. Hal ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan mengangkat agama dan budaya yang ada di masyarakat tersebut (Sutardi, 2007).
Pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhurnya, perilaku keagamaan juga memberikan dampak yang cukup berarti. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Masyarakat Suku Toraja mempercayai bahwa kematian merupakan awal menuju kehidupan yang kekal. Itu sebabnya dalam budaya Toraja dikenal pemeo ‘hidup manusia adalah untuk mati’. Artinya, setelah mati, manusia akan menuju kehidupan yang kekal di nirwana. Untuk mencapai nirwana, seseorang yang meninggal harus membawa bekal harta sebanyak-banyaknya. Nyawa orang yang meninggal juga akan diantar ke surge dengan pesta yang semarak. Semakin banyak benda yang dibawa si mayat, semakin bahagia hidupnya di alam baka (Sutardi, 2007).
Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku keagamaan dapat memberikan dampak dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang Toraja sampai saat ini dikenal memiliki kebiasaan menabung dan bersikap hidup hemat agar nantinya dapat menyelenggarakan upacara kematian yang meriah. Mereka menganggap anak keturunan berkewajiban memperlakukan leluhurnya dengan baik sebab dengan begitu, sang leluhur juga akan melimpahkan rejeki dan menjaga keturunannya dengan baik pula (Sutardi, 2007).

BAB III
PEMBAHASAN
A. Agama

1. Pentingnya Agama Bagi Manusia
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Setiap agama dan kepercayaan mempunyai pengertiannya masing-masing. Agama dapat dilihat sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting dan aspek-aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikannya dengan teknologi maupun sistem organisasi sosial yang dikenalnya. Pengertian agama yang lain yaitu agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi melalui mitos dan menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan tujuan untuk mencapai atau menghindari terjadinya perubahan keadaan pada manusia atau alam semesta
Agama memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi sosial dan fungsi psikologis. Secara psikologis, agama dapat mengurangi kegelisahan manusia dengan memberikan penerangan tentang hal-hal yang tidak diketahui dan tidak dimengerti olehnya di dalam kehidupan sehari-hari. Ditinjau secara sosial, agama mempunyai sanksi bagi seluruh perilaku manusia yang beraneka ragam.

2. Pentingnya peran manusia terhadap agama
Bagi kebanyakan manusia, kerohanian dan agama memainkan peran utama dalam kehidupan mereka.
Menurut Feuerbach, yang disebut Allah adalah kesadaran manusia itu sendiri. Menurut pemikiran itu maka Feuerbach menyimpulkan bahwa agama adalah kesadaran Nan tak terbatas. Dengan demikian, manusia menciptakan Allah menurut citranya sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia jugalah yang menciptakan agama. Manusia adalah awal, pusat, dan akhir agama. Menurut Feuerbach, ini bukanlah ateisme, melainkan humanisme.

B. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

1. Definisi dan Batasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu (science) termasuk pengetahuan (knowledge). Yang dimaksud dengan ilmu ialah pengetahuan yang diperoleh dengan cara tertentu yang dinamakan metode ilmiah.
Pengertian pengetahuan lebih luas daripada ilmu. Pengetahuan adalah produk pemikiran. Berpikir merupakan suatu proses yang mengikuti jalan tertentu dan akhirnya menuju kepada suatu kesimpulan dan membuahkan suatu pendapat atau pengetahuan. Menurut Leonard Nash (dalam The Nature of Natural Sciences, 1963 cit. Soemitro, 1990), ilmu pengetahuan adalah suatu institusi sosial (social institution) dan juga merupakan prestasi perseorangan (individual achievement).
Istilah teknologi berasal dari perkataan Yunani technologia yang artinya pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan. Teknologi yaitu usaha manusia dalam mempergunakan segala bantuan fisik atau jasa-jasa yang dapat memperbesar produktivitas manusia melalui pemahaman yang lebih baik, adaptasi dan kontrol, terhadap lingkungannya. Teknologi merupakan penerapan. Oleh karena itu, teknologi berbeda dalam dimensi ruang dan waktu (Soemitro, 1990).

2. Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bagi Kehidupan Manusia
Teknologi adalah sarana yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan turunannya yang berbentuk teknologi ini, meluas bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia secara sempit. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mendorong manusia mendayagunakan sumber daya alam lebih efektif dan efisien, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi dapat menaikkan kualitas manusia dalam keterampilandan kecerdasannya untuk meningkatkan kemakmuran serta inteligensi manusia.Lebih jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia.

3. Peran Manusia Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Lebih jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia. Manfaat-manfaat inilah yang mula-mula menjadi tujuan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan hingga menghasilkan teknologi.. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini sanggup membawa berkah bagi umat manusia berupa kemudahan-kemudahan hidup, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan dalam benak manusia.

C. Kebudayaan

1. Definisi dan Batasan Kebudayaan
Budaya merupakan hasil budi, daya, dan karsa manusia. Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.
Perumusan mengenai batasan kebudayaan banyak sekali. Di antara batasan-batasan itu terdapat suatu kesepakatan bahwa kebudayaan itu dipelajari dan bahwa kebudayaan menyebabkan orang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Kebudayaan merupakan bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh manusia. Kebudayaan mencakup semua unsur yang diciptakan manusia dari kelompoknya, dengan jalan mempelajarinya secara sadar atau dengan suatu proses pemciptaan keadaan-keadaan tertentu. Hal itu semua mencakup pelbagai macam teknik, lembaga-lembaga sosial, kepercayaan, maupun pola pola perilaku.
Konsep kebudayaan yang dipergunakan sebagai sarana untuk menganalisa manusia, mempunyai arti yang berbeda dengan pengertian berbudaya (cultured). Pengertian berbudaya menunjuk pada kemampuan manusia (yang berbudaya) untuk memanfaatkan perbagai unsur peradaban masyarakat. Bagi mereka yang ingin memahami esensi hakikat kebudayaan, harus dapat memecahkan paradoks-paradoks dalam kebudayaan. Paradoks-paradoks tersebut dapat mengakibatkan terjadionya masalah-masalah, oleh karena itu sifatnya fundamental, sehingga sukar untuk menyerasikan kontradiksi-kontradiksi yang ada. Paradoks-paradoks tersebut yaitu:
a. Dalam pengalaman manusia, maka kebudayaan bersifat universal,; akan tetapi setiap manifestasinya secara local atau regional adalah khas (unique).
b. Kebudayaan bersifat stabil akan tetapi juga dinamis; wujud kebudayaan senantiasa berubah secara konstan.
c. Kebudayaan mengisi dan menentukan proses kehidupan manusia, akan tetapi jarang disadari dalam pikiran.
Teori Herskovits mengemukakan bahwa:
a. Kebudayaan merupakan sesuatu yang berada di atas manusia dan benda atau badan (super organik), oleh karena kebudayaan senantiasa terpelihara dari satu generasi ke generasi berikutnya, walaupun anggota-anggota generasi tersebut silih berganti (karena kelahiran dan kematian).
b. Kebudayaan menentukan segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut (cultural determinism).
c. Unsur-unsur pokok dari kebudayaan adalah peralatan teknologi, didtem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan atau pengendalian politik.

2. Perlunya Kebudayaan Bagi Manusia
Yang dimaksud dengan kebudayaan atau culture adalah keseluruhan pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai perilaku dan penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior.Kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya.
Kebudayaan berdasarkan dari keadaan jenis terdiri dari 3, yaitu hidup-kebatinan manusia, angan-angan manusia, dan kepandaian manusia. Hidup-kebatinan manusia, yaitu dapat menimbulkan tertib damainya dalam hidup masyarakat. Angan-angan manusia dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan. Sedangkan, kepandaian manusia ada banyak jenisnya, tergantung dari keahlian tiap-tiap manusia yang semuanya bersifat indah.
Waktu berubah dan cara-cara manusia mengekspresikan dirinya, orang- orang dengan alam pikir dan rasa, karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan, serta budaya pun ikut berubah. Perubahan tersebut dapat berupa perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis dari seorang individu, sebuah kelompok, atau masyarakat;
Pemahaman pokok mengenai budaya dapat didefinisikan melalui berbagai cara, bisa secara definisi deskriptif, historis, normatif, psikologis, struktural, dan genetis. Keenam pemahaman tersebut menggambarkan bahwa budaya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Pada hakekatnya manusia secara kodrati bersifat sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dikatakan sebagai makhluk individu karena setiap manusia berbeda-beda dengan manusia yang lain dalam hal kepribadian, pola pikir, kelebihan, kekurangan dan kreatifitas untuk mencapai cita-cita. Sehingga sebagai pribadi-pribadi yang khas tersebut manusia berusaha mengeluarkan segala potensi yang ada pada dirinya dengan cara menciptakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan orang lain. Potensi-potensi manusia sebagai makhluk individu dapat dituangkan dalam sebuah karya seni, sains, dan teknologi.
Hasil karya manusia tersebut dapat berpengaruh negatif maupun positif. Pengaruh positif misalnya, dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia, dapat lebih mempermudah proses pemecahan berbagai masalah yang dihadapi, dapat memberikan suatu inspirasi Sedangkan pengaruh negatifnya adalah dapat melunturkan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa dan tata krama sosial yang selama ini menjadi ciri khas dan kebanggaan dan sering kali menimbulkan masalah baru dalam kehidupan manusia terutama dalam hal kerusakan lingkungan, mental dan budaya bangsa. Sehingga perlu mengkolaborasikan antara nilai-nilai empiris dengan nilai-nilai moral dan menyesuaikan dengan nilai-nilai religius, keagamaan, dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

3. Peran manusia Terhadap Kebudayaan
Peran manusia dalam kehidupan ada dua yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, manusia memiliki peran yang sama seperti makhluk lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya
Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Kebudayaan sebenarnya adalah sosiologis untuk tingkah laku yang bisa dipelajari. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi kelakukan tertentu. Dan kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Kepribadian adalah suatu proses seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangannya untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi di dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri tnapa lingkungan kebudayaan maka dia akan memulai dari nol di dalam pengembangan kepribadiannya. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup di dalam masyarakat agar dapat hidup dan berkembang. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat dan tujuan dalam waktu yang panjang. Learning is a goal teaching behaviour. Dalam psikoanalisis antara lain dikemukakan mengenai peranan super ego dalam perkembangan kepribadian. Super ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego, beserta id, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang. Energi tersebut perlu dicarikan keseimbangan dengan kondisi yang ada serta dorongan super ego yang diarahkan oleh nilai-nilai budaya. Bidney menyatakan bahwa individu bukan pemilik pasif dari nilai-nilai sosial budaya tetapi juga aktif di dalam menciptakan dan mengubah kebudayaannya.

D. Hubungan Agama, Ilmu, Teknologi, dan Kebudayaan

1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan.
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali.
mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek.

2. Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang mengandung kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan kepercayaan terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia sampai masa munculnya agama- agama. Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
• Agama dapat dilihat sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting dan aspek-aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikannya dengan teknologi maupun sistem organisasi sosial yang dikenalnya.
• Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mendorong manusia mendayagunakan sumber daya alam lebih efektif dan efisien, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
• Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menaikkan kualitas manusia dalam keterampilandan kecerdasannya untuk meningkatkan kemakmuran serta inteligensi manusia
• Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu.
• Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut.
• Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia.
• Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama.

B. Saran
Makalah ini tidak lepas dari kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang sangat membangun dalam penulisan makalah ini sangat penulis butuhkan.

5 pemikiran pada “filsafat ilmu (hubungan iptek, agama, budaya)

Tinggalkan komentar